Kembali ke Fitri

Ucapan takbir, tahlil dan tahmid terus keluar dari hati dan mulut kita semua; menembus langit, menggema ke angkasa. Kalimat thayyibah itu kita lantunkan sebagai rasa syukur kita. Kita berharap, hari ini dosa-dosa kita telah dihapus oleh Allah SWT. Kita kembali ke fitri.
Karena itu, saya sampaikan “Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu amin wa antum bikhoir. Minal a’idzin wal faizin wal maqbulin.
Hanya saja, tentunya kita masih perlu membenahi setiap saat terkait kembalinya kita ke fitri.
Dan tentunya kita sepakat dan memang seharusnya begitu, kembali ke fitri salah satunya didasari hadits Nabi SAW:
Innallaha tabaraka wa ta’ala faradha shiyama ramadhana ‘alaikum wa sanantu lakum qiyamahu faman shamahu wa qamahu imanan wahtisaban kharaja min dzunubihi kayaumin waladathu ummuhu.
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mewajibkan puasa Ramadhan atas kalian dan aku mensunnahkan kepada kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa yang melaksanakn puasa dan qiyam Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya” (HR an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Kita pun tentunya sepakat “Kullu mauludin yuladu ‘alal fitrah fa abawahu yuhawidanaihi aw yunashironihi aw yumajisanihii. (Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka tergantung orangtuanya, mau dijadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi).
Kalau begitu, maka kembalinya kita ke fitri seyogyanya kita kembali ke asal penciptaan kita sebagai manusia dan untuk apa kita diciptakan.

Leave a comment